Welcome to My Blog!

This is a row of my work blog
Follow Me

Budaya Ritual Ruwatan Bagi Masyarakat Dieng



By  Unknown     08.47     


BUDAYA RITUAL RUWATAN BAGI MASYARAKAT DIENG




MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATAKULIAH
Kebudayaan Indonesia
Yang dibina oleh Bapak Drs. Anak Agung Gde Rai Arimbawa, M.Sn


oleh
Febriari
140251602773











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SENI DAN DESAIN
Desember 2014




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Budaya merupakan sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, satra, lukisan, nyanyian,, musik, dan kepercayaan  mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistemologis dari sistem pengetahuan di masyarakat.
 Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang penuh dengan aneka ragam suku bangsa dan kebudayaan. Setiap suku bangsa di Indonesia menciptakan, menyebarluaskan dan mewariskan kebudayaan masing-masing dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaan itu pada hakikatnya adalah satu dan memberi identitas khusus serta menjadi modal dasar pengembangan budaya bangsa.
 Keanekaragaman kebudayaan pada setiap suku bangsa di Indonesia menunjukkan kekayaan kebudayaan Nusantara. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki corak kebudayaan yang berbeda-beda. Untuk mengembangkan kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional, pemerintah memberikan landasan seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 32 yang berbunyi ”Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia”.
 Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan nasional. Oleh karena itu kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. Salah satu usaha untuk mempertahankan kebudayaan daerah adalah melalui pelestarian folklor. Folklor sebagai sumber informasi kebudayaan daerah tidak bisa diabaikan dalam usaha menggali nilai-nilai dan keyakinan yang tumbuh dalam suatu masyarakat. Danandjaja (1997:2) mendefinisikan folklor sebagai kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja,secara tradisional dalam versi berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Sementara itu, John Harold Bruvant menggolongkan folklor dalam tiga kelompok yaitu: (1) folklor lisan, (2) folklor sebagian lisan,(3) folklor bukan lisan.
Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng merupakan folklor sebagian lisan. Di dalamnya terdapat bentuk folklor lisan yaitu berupa doa-doa yang digunakan dalam ritual Potong Rambut Gembel dan juga terdapat bentuk folklor bukan lisan yang dapat dilihat pada isi komponen,peralatan,perlengkapan dan pelaku ritual adat Ruwatan Potong Rambut Gembel. Jika dilihat dari segi kebudayaan, upacara atau ritual adat merupakan wujud kegiatan religi atau kepercayaan.
Di kalangan masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik terdapat banyak ritual, salah satudiantaranya adalah ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng,dikatakan sebagai ritual karena dilakukan secara tetap pada waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan dilangsungkan secara turun-temurun.
Dataran Tinggi Dieng dianggap sebagai sebuah tempat yang memiliki nuansa mistis sekaligus dianggap suci. Dieng sendiri berasal dari kata Jawa Kuno dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur.
Dataran Tinggi Dieng memiliki kecantikan alam dalam balutan udara yang sejuk dan dihangatkan oleh keramahan masyarakatnya. Akan tetapi, ada hal unik di Dataran Tinggi Dieng yaitu fenomena anak gembel atau anak gimbal serta budaya ritual ruwatan potong rambut gembelnya.
Kata Ruwat berarti: 1) Luar saka panenung (wewujudan sing salah kedaden); 2) Luar saka ing beban lan paukumaning dewa; 3) dipateni tumprap kewan kang bebayani (Purwadarminta, 1939:534).Dalam tradisi Jawa Kuna, ruwat dikenal dengan konsep lukat dengan arti dihapuskan, dibatalkan, dilepaskan, dibersihkan, disucikan (Zoetmulder, 1982:611-612).
Ruwatan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan seseorang dari sesuatu yang dipandang tidak baik atau buruk serta jahat. Dalam ruwatan juga ada harapan, keinginan, agar orang terhindar dari malapetaka yang akan menimpa kepada mereka apalagi ada kepercayaan dan keyakinan bahwa diri seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti rambut gembel akan riskan dengan malapetaka tersebut, untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan adanya ritual ruwatan.
Oleh karena itu disini akan mengupas secara singkat tradisi Ruwatan Potong Rambut Gembel yang hingga kini masih hidup dalam masyarakat di daerah Pegunungan Dieng Banjarnegara, Jawa Tengah. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang tradisi Ruwatan Potong Rambut Gembel yang merupakan salah satu bentuk dari budaya spiritual, yaitu budaya berserah diri, memohon, menyembah serta membangun upaya untuk meraih keselamatan hidup yang telah lama menjadi ciri dalam kehidupan masyarakat Jawa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanah tahap prosesi pelaksanaan ritual ruwatan potong rambut gembel?
2.      Apa saja pokok-pokok prosesi ritual ruwatan potong rambut gembel?
3.      Bagaimanah bentuk dan isi doa yang digunakan dalam ritual ruwatan potong rambut gembel?
4.      Apa saja komponen (uba rampe) ritual ruwatan potong rambut gembel?
5.      Apa saja simbol instrumen ruwatan potong rambut gembel?
6.      Apa makna simbolik ruwatan potong rambut gembel di Desa Dieng?
7.      Bagaimanah dengan mitos yang terdapat dalam ritual ruwatan potong rambut gembel?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk  mengetahui tahap prosesi pelaksanaan ritual ruwatan potong rambut gembel.
2.      Dapat mengetahui pokok-pokok prosesi ritual ruwatan potong rambut gembel.
3.      Untuk mengetahui bentuk dan isi doa yang digunakan dalam ritual ruwatan potong rambut gembel.
4.      Dapat mengetahui komponen (uba rampe) ritual ruwatan potong rambut gembel.
5.      Dapat mengetahui simbol isntrumen ruwatan potong rambut gembel.
6.      Dapat mengetahui makna simbolik ruwatan potong rambut gembel di Desa Dieng.
7.      Untuk mengetahui mitos yang terdapat dalam ritual ruwatan potong rambut gembel.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tahap Prosesi Pelaksanaan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
1.      Tahap Persiapan
Dalam prosesi ritual ini, masyarakat di Pegunungan Dieng Banjarnegara membentuk panitia khusus yang diketuai oleh tetua adat masyarakat di Pegunungan Dieng. Kepanitiaan yang sudah dibentuk ini kemudian bertugas sesuai dengan bagiannya masing-masing.
Prosesi ritual ini melibatkan seluruh masyarakat di Pegunungan Dieng Banjarnegara. Dua minggu sebelum diadakannya ritual ruwatan, panitia mengadakan rapat untuk membagi tugas memasak sesaji dan mempersiapkan perlengkapan yang akan dipergunakan dalam prosesi ruwatan, mendata siapa saja yang akan mengikuti ritual ruwatan potong rambut gembel.
Satu minggu sebelum upacara ritual ruwatan dilaksanakan, ketua panitia dan semua panitia mengadakan pengecekan terhadap semua perlengkapan yang akan digunakan dalam ritual, urutan prosesi ritual, tatanan dan aturan yang harus dilaksanakan selama prosesi ritual berlangsung.
Sehari sebelum ritual berlangsung, masyarakat memasak sesaji sesuai dengan bagiannya masing-masing dan mengatur perlengkapan ritual. Panitia sudah mempersiapkan semua perlengkapan dan peralatan yang akan digunakan dalam prosesi ritual. Perlengkapan itu antara lain: baju, dalang, tempat rambut yang sudah dipotong, tumpeng, sesaji.
2.      Tahap Pelaksanaan Ritual
Ritual dilaksanakan pada tanggal satu Sura. Pada hari itu sejak subuh masyarakat mulai berdatangan ke pelataran Batu Tulis tidak jauh dari Teater Dieng Plateu untuk membantu persiapan ritual. Peserta ritual ruwatan mempersiapkan diri didampingi oleh orang tua peserta ruwatan Potong Rambut Gembel. Peserta ritual diwajibkan memakai pakaian khusus, peserta pria memakai beskap sedangkan peserta wanita berkebaya. Rangkaian prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel adalah sebagai berikut:

a.       Peserta ruwatan memasuki tempat ritual.
b.      Pemimpin ritual berdoa mohon perlindungan Allah SWT.
c.       Sungkeman, prosesi ini bertujuan untuk meminta doa dan restu dari orangtua peserta ruwatan.
d.      Pemimpin ritual ruwatan berdoa sebelum melakukan siraman (memandikan) peserta ruwatan.
e.       Siraman, prosesi ini secara simbolik melambangkan penyucian diri para peserta ruwatan.
f.       Pemotongan rambut gembel merupakan acara puncak dalam prosesi ruwatan. Setiap kali akan memotong rambut gembel, pemimpin ritual memasukkan cincin emas dirambut yang akan dipotong sampai proses pemotongan rambut gembel selesai.
g.      Rambut yang telah dipotong dimasukkan kedalam mangkuk yang berisi air dan kembang setaman. Rambut ini kemudian akan dihanyutkan di sungai sebagai lambang membuang segala petaka yang ada dalam diri peserta ruwatan.
h.      Peserta berganti pakaian.
i.        Memberikan permintaan sesuai keinginan dari peserta ruwatan.
j.        Makan bersama.
3.      Tahap Penutupan
Setelah semua prosesi selesai dilanjutkan dengan prosesi terakhir yaitu, sesaji diperebutkan masyarakat dan peserta ritual. Masyarakat yang memperebutkan makanan percaya bahwa apabila mendapatkan makanan tersebut akan memperoleh berkah panjang umur dan banyak rejeki.

B.     Pokok-pokok Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Dalam pelaksanaan prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel ini ada beberapa pokok masalah yang perlu diuraikan lebih mendalam. Pokok-pokok masalah tersebut adalah:
1.      Nama Ritual
Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel merupakan upacara pemotongan rambut pada anak-anak yang memiliki rambut gembel yang dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah Dieng terutama di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Ritual ruwatan ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal satu Sura.
Masyarakat Dieng meyakini bahwa malam tanggal satu Sura adalah malam yang tepat untuk melakukan ritual suci. Mereka percaya pada pergantian tahun dalam penanggalan Jawa bersamaan dengan berlangsungnya perkawinan dari keturunan tokoh spiritual yang ternama yaitu keturunan Kyai Kaladete dan Nyai Roro Kidul. Kyai Kaladete adalah penguasa Telaga Balekambang di Dieng. Telaga Balekambang dipercayai sebagai istana kediaman Kyai Kaladete. Kyai Kaladete adalah tokoh spiritual yang sangat dipercaya oleh warga masyarakat Dieng. Masyarakat Dieng percaya bahwa Kyai Kaladete adalah nenek moyang warga Dieng.
Selain mitos di atas, berkembang juga mitos bahwa di Dieng tepatnya di Desa Siterus Kecamatan Kejajar Kabupaten Banjarnegara merupakan desa tempat hidup keturunan dari Kerajaan Kalingga. Kerajaan Kalingga adalah kerajaan Hindu pada abad VIII yang ada di Dieng. Keturunan dari raja Kalingga inilah yang membangun candi Dieng. Masyarakat di daerah ini percaya apabila mempunyai anak yang berambut Gembel berarti anak tersebut titisan dari Keling (Kalingga). Anak titisan Keling ini menjadi anak kesayangan dayang yang menghuni kawasan Dieng. Hal ini menyebabkan anak-anak yang mempunyai rambut gembel mendapat perlakuan istimewa dari orangtua masing-masing.
Rambut gembel ini tidak akan dipotong sebelum anak tersebut minta untuk dipotong. Permintaan potong rambut gembel biasanya diikuti dengan permintaan anak sesuai keinginan yang harus dituruti oleh orangtua. Mereka percaya apabila permintaan tersebut tidak dikabulkan akan membuat anak tersebut celaka. Pada awalnya permintaan ini hanya sebatas makanan misal telur, daging, ayam goreng, baju dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman, permintaan ini menjadi lebih konsumtif misal handphone, playstation, boneka barbie, mobil remote control, dan lain sebagainya.
Pemotongan rambut gembel ini diawali dengan ritual ruwatan, siraman dan memandikan peserta ruwatan, setelah dipotong rambut gembel akan dihanyutkan di Kali Tulis untuk membuang segala malapetaka, bencana dan kejahatan. Sehingga anak yang diruwat akan memperoleh keselamatan, kesehatan, dan kebahagiaan.
2.       Waktu Ritual
Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng Kabupaten Banjarnegara dilaksanakan setiap tahun pada tanggal satu Sura. Pemilihan waktu ini disesuaikan dengan keyakinan masyarakat Dieng bahwa tanggal satu Sura adalah tanggal keramat dalam penanggalan Jawa, yang tanggal tersebut dipercaya mempunyai daya magis yang sangat tinggi.
3.      Tempat Ritual
Tempat Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng tepatnya di pelataran Batu Tulis. Sebelum rambut gembel dipotong, peserta ruwatan dimandikan di Goa Sumur. Setelah rambut dipotong kemudian rambut gembel tersebut dihanyutkan di Kali Tulis yang membelah wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo.
4.      Peserta Ritual
Pada awalnya Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel ini hanya diikuti oleh orangtua yang memiliki anak berambut gembel, tetua desa dan pemangku adat saja, yaitu sesepuh desa dan perangkat desa Dieng, masyarakat umum belum mengikuti Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel. Tetapi sekarang peserta ruwatan terdiri dari orangtua dan anak yang mempunyai rambut gembel, sesepuh desa Dieng, pemangku adat desa Dieng, warga masyarakat Desa Dieng dan masyarakat dari luar Dieng.
5.      Tujuan Ritual
Si Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel di Dieng ini ialah membuang segala bencana, kejahatan, dan malapetaka sehingga anak yang diruwat memperoleh keselamatan dan kebahagiaan, sekaligus untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat Dieng. Dengan melakukan ritual ini masyarakat akan merasa tenang, ayem tentrem. Sebaliknya apabila masyarakat tidak melaksanakan ritual maka akan timbul rasa takut akan adanya musibah atau gangguan roh halus yang jahat. Ritual ini juga berhubungan dengan pemujaan dan penghormatan kepada Allah SWT dan para leluhur ini merupakan permohonan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

C.    Bentuk dan Isi Doa yang Digunakan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Berdoa adalah suatu unsur yang selalu ada dalam setiap upacara keagamaan yang ada didunia. Doa pada mulanya adalah ucapan keinginan dari manusia yang diminta kepada para leluhurnya, dan juga ucapan hormat kepada para leluhur, baru kemudian memohon kepada Tuhan lewat doa. Doa kepada Tuhan biasanya disampaikan dibawah pimpinan seorang pemuka agama. Dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel Rewanda doa yang dilantunkan menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Arab (sesuai dengan doa dalam agama Islam) yang dilantunkan bersama dibawah pimpinan seorang pemuka agama.
Pembacaan doa ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan, sang penguasa alam dan isinya untuk memberikan keselamatan dan dijauhkan dari marabahaya. Dalam konsep Jawa berdoa juga mempunyai arti untuk memohon perlindungan kepada penguasa alam raya sehingga umat manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan keselamatan.
Isi doa yang dilantunkan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel berisi permohonan kepada Allah untuk mengampuni dosa, menjauhkan diri dari segala kemungkaran, memberikan rahmat serta hidayahnya dan rejeki yang banyak. Sehingga tujuan utama masyarakat di Dieng menyelenggarakan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel, selain untuk mengucap syukur atas segala karunia Allah juga memohon perlindungan dari Allah, menjauhkan dari segala marabahaya dan mendapatkan rejeki yang melimpah, sehingga dapat membawa kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kepada seluruh warga masyarakat.

D.    Komponen (Uba Rampe) Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
1.      Peralatan yang Digunakan dalam Prosesi Ruwatan
Peralatan yang dipergunakan dalam prosesi Ruwatan Potong Rambut Gembel terdiri dari:
a.       Dupa, dalam tradisi ruwatan dupa tidak boleh ketinggalan, dupa digunakan untuk berdoa.
b.      Gentong air, gayung, bunga tiga warna (kembang setaman) yang dipergunakan untuk memandikan peserta ruwatan.
c.       Gunting digunakan untuk memotong rambut gembel.
d.      Mangkok berisi air dan bunga tiga warna untuk tempat rambut yang sudah dipotong.
e.       Tujuh lembar kain putih yang melambangkan kesucian peserta ruwatan.
f.       Dua puluh satu uang logam yang melambangkan rejeki bagi peserta ruwatan.
g.      Cincin emas sebagai lambang kekuatan dan keagungan.
h.      Jajan pasar seperti jadah, jenang, bubur merah, bubur putih, wajik, buah-buahan.
2.      Pakaian yang Digunakan untuk Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
a.       Kain Jarik
Kain Jarik yang dipakai biasanya adalah kain batik dengan motif lereng, kain bermotif lereng ini melambangkan keagungan dan kewibawaan, sehingga peserta yang mengikuti prosesi terlihat lebih agung dan berwibawa.
b.      Baju Atasan
Peserta pria memakai baju beskap hitam atau warna lain tetapi polos tanpa motif dan blangkon. Peserta wanita memakai kain kebaya dengan warna bebas. Warna-warna yang beragam ini melambangkan keanekaragaman budaya dan suku bangsa.
c.       Pakaian Putih
Pakaian warna putih ini dipilih sebagai lambang kesucian dan kebersihan hati peserta ruwatan.
3.      Sesaji yang Digunakan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Sesaji yang digunakan dalam prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel adalah sebagai berikut:
a.       Tujuh lembar kain putih sebagai lambang kebersihan dan kesucian.
b.      Kembang Setaman
Kembang setaman adalah berbagai macam bunga yang terdiri dari bunga kanthil, mawar putih, mawar merah dan melati. kembang setaman melambangkan sifat suci dalam tingkatan hidup yang akan dijalani.
c.       Nasi Tumpeng
Nasi tumpeng adalah nasi yang dibentuk seperti kerucut, dengan lauk-lauk urap, ikan asin, tempe, tahu, telor rebus. Nasi tumpeng melambangkan bahwa segala permohonan selalu ditujukan kepada Allah SWT.

d.      Nasi Tumpeng Rasulan
Nasi tumpeng rasulan adalah nasi gurih yang dibentuk kerucut, beserta lauk yang terdiri dari ingkung ayam, kedelai, rambak, kering tempe, perkedel, mentimun, telur dadar. Nasi tumpeng rasulan bermakna untuk meluhurkan nama Nabi Muhammad SAW, yang khususnya ditujukan kepada Allah SWT.
e.       Bubur Merah Putih
Bubur ini terbuat dari beras, warna merah dari gula Jawa, bubur merah putih melambangkan asal-usul manusia. Warna merah melambangkan air kehidupan ibu sedang warna putih melambangkan air kehidupan bapak.
f.       Jajan Pasar
Jajan pasar adalah berbagai jenis makanan kecil yang biasa dijual di pasar-pasar.
Namun menurut warga Dieng jajan pasar adalah, seperti jenang, onde- onde, dan
apem. Makna dari Jajan Pasar adalah diharapkan setelah diruwat bias lebih dewasa tidak lagi seperti anak kecil, tetapi dapat hidup mandiri dapat menjadi panutan atau menjadi teladan.

E.     Simbol Instrumen Ruwatan Cukur Rambut Gembel
1.      Tumpeng Robyong
Tumpeng Robyong adalah tumpeng putih yang harus ada ketika Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gembel, bentuknya sama seperti tumpeng pada umumnya yaitu berbentuk kerucut, ditaruh diatas tampah di ujung atas tumpeng terdapat telur ayam utuh. Bawang merah utuh,cabai merah, aneka buah seperti tomat, salak, dan apel semuanya ditusuk seperti satai menggunakan bilah dari bambu atau sujen tertancap melingkar di sekelilingnya.
Makna Tumpeng robyong Menurut masyarakat Dieng adalah Bahwa hidup ini senantiasa dikelilingi berbagai sifat-sifat kehidupan siluman, agar lepas dari gangguan itu harus dibuat sesaji agar terlepas dari cengkeraman siluman dan kembali berkembang secara wajar.
2.      Jajan Pasar
Jajan pasar adalah berbagai jenis makanan kecil yang biasa dijual di pasar-pasar. Namun menurut warga Dieng jajan pasar adalah, seperti jenang, onde- onde, dan apem. Makna dari Jajan Pasar adalah diharapkan setelah diruwat bias lebih dewasa tidak lagi seperti anak kecil, tetapi dapat hidup mandiri dapat menjadi panutan atau menjadi teladan.
3.      Bakaran Menyan
Saat prosesi ruwatan tepatnya sebelum membaca doa menyan dibakar, ketika menyan dibakar pasti mengeluarkan asap. Asap larinya pasti keatas, jadi pembakaran dupa bermaksud agar doa yang di minta bisa sampai kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
4.      Larungan Rambut Gembel
Larungan adalah pembuangan rambut gembel kesungai serayu yang ada di Dieng, sungai tersebut mengalir sampai laut selatan. Pelarungan potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa dan Nyi Roro Kidul. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun dating.

F.     Makna Simbolik Ruwatan Rambut Gembel Di Desa Dieng
Fenomena Rambut Gembel sudah ada sejak dahulu kala, dan secara turun temurun tradisi ruwatan cukur rambut gembel masih di lakukan hingga sekarang. keadaan tersebut menandakan bahwa makna ruwatan cukur rambut gembel masih dimengerti dan dipercayai oleh masyarakat Dieng.
Mengenai pemahaman masyarakat Dieng tentang makna simbolik ruwatan cukur rambut tentu melalui sebuah proses komunikasi. Dalam hal ini proses mengkomunikasikan makna simbolik ruwatan cukur rambut gembel di masyarakat Dieng adalah menggunakan proses komunikasi cultural, dengan memanfaatkan atau menggunakan media cerita dan ngendong.
Bagi masyarakat Dieng fenomena rambut gembel sering menjadi bahan cerita dimanapun dan kapanpun , terkadang menjadi obrolan yang menarik bagi mereka dengan menggunakan bahasa asli mereka. Implikasi dari cerita dan orolan tersebut yang menjadikan masyarakat dieng secara keseluruhan mengerti akan makna simbolik ruwatan cukur rambut gembel.
Bukan hanya mengerti tentang makna dibalik Ruwatan Cukur Rambut Gembel saja tapi tata cara dan bagaimana harus menangani anak berambut gembel harus mereka pahami pula. Bagi mereka yang tidak mempunyai anak yang berambut gembel, tentu tata cara dan bagaimana harus menangani anak gembel tidak terlalu dipelajari. Berbeda dengan keluarga yang mempunyai anak berambut gembel, tata cara dan aturan mengenai rambut gembel tentu harus dipelajari.
Dalam hal ini tata cara aturan menenai rambut gembel dapat di pelajari dari tokoh- tokoh pemangku adat dan sesepuh Desa lewat momen ngendong. Jadi ngendong bagi pemangku adat disamping merupakan cara untuk mengkomunikasikan makna simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel, juga merupakan media pembelajaran bagi mereka yang memiliki anak berambut gembel.
Pemaknaan masyarakat Dieng terhadap ritual cukur rambut gembel tidak sertamerta dilakukan oleh masyarakat atau lembaga cultural setempat, tapi melalui proses yang cukup panjang bahkan mungkin juga telah “beruat syaraf” di kehidupan masyarakat Dieng. Proses pemaknaan dan pola ini jelas membutuhkan interaksi masyarakat dengan kultural lingkungannya. Karena itu beberapa aspek atau faktor yang ada dalam kehidupan masyarakat Dieng sangat berperan. Makna yang timbul dimasyarakat bisa berawal dan diawali dari latar budaya yang mereka miliki.
Budaya Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang hingga sekarang masih dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih memegang teguh tradisi- tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring dengan berkembangnya jaman proses dan tata caranya memengalami pergeseran namun esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Disisi lain latar agama di masyarakat tidak tidak bertentangan dengan Ruwatan cukur rambut gembel. Meskipun mayoritas agama di Dieng adalah islam akan tetapi Islam di Dieng masih tergolong islam kejawen, yang justru masih kental dengan adat istiadat dan mitos- mitos serta kearifan lokal. Selain itu tingkat pendidikan yang relatif rendah membentuk pola pikir masyarakat cenderaung terpengaruh oleh kebudayaan yang ada.
Dari hasil interaksi beberapa elemen yang ada di masyarakat Dieng tersebut terciptalah makna simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel sehingga di sepakati untuk mengadakan kegiatan ritual, lewat upacara adat, setiap pemotongan rambut Gembel. Keadaan tersebut menjadikan sebuah kelompok kultur masyarakat di Dieng. Hal tersebut sesuai dengan prinsip- prinsip teori interaksionisme simbolik yaitu:
1.      Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan berbeda dengan hewan.
2.      Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi social.
3.      Dalam interaksi social orang mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir tersebut.
4.      Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan interaksi khas manusia.
5.      Orang mampu memodifikasi atau merubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir mereka terhadap situasi tersebut.
6.      Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini, sebagian karena kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan dirir mereka sendiri yang memeungkinkan mereka memikirkan tindakan yang mungkin dilakukan, menjajaki keunggulan dan kelemahan relative mereka, dan selanjutnya memilih. Jalinan pola tindakan dengan interaksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat.
Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan ini memiliki makna yang sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati mereka akan tercapai jikalau anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah diruwat dan dipotong rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali bahwa setelah anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya yang gimbal maka si anak tersebut akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh Kyai Kolodete.
G.    Mitos yang Terdapat dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
1.      Mitos Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel
Orang-orang Jawa sampai saat ini dikenal sebagai warga masyarakat yang sangat percaya dan menjunjung tinggi budaya spiritual. Mereka percaya bahwa bencana, sakit, kejahatan, dan malapetaka yang mengancam kehidupan adalah akibat dari ketidakadanya keseimbangan antara kehidupan alam nyata dan kehidupan alam gaib. Ketidakseimbangan ini akan menimbulkan bencana sehingga perlu diadakan ritual, salah satu tradisi yang masih berlanjut hingga saat ini di Dieng adalah Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel. Ruwatan mengandung makna luwar saka ing panenung yang artinya lepas dari petaka dan luwar saka paukumane dewa yang berarti terbebas dari hukuman para dewa (Sudaryanto, 2001:906). Jadi tradisi ruwatan dilakukan untuk memperoleh keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan hidup, melalui ruwatan mereka merasa terlindungi oleh kekuatan spiritual yang dapat menyelamatkan dari segala bencana dan marabahaya.
Tradisi ruwatan adalah sebuah komunikasi yang dapat memberikan keselamatan pada orang-orang yang mengikuti ritual tersebut. Para pelaku ritual ruwatan melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai sarana yang harus dipatuhi. Sarana tersebut berupa doa, sesaji, mantera yang digunakan untuk berkomunikasi dengan alam gaib.
Melalui Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel, warga masyarakat di Dieng dapat memelihara hubungan yang harmonis antara dirinya dengan alam sekitar serta dengan alam. Masyarakat desa di Dieng Banjarnegara sampai saat ini masih mempercayai bahwa untuk memperoleh keselamatan kita harus bersahabat dengan mahkluk halus, alam sekitar dan mencari kekuatan dari peninggalan para leluhur.
Kepercayaan yang masih mengakar kuat pada masyarakat pendukung kebudayaan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel ini tidak dapat dihapuskan begitu saja. Mereka masih percaya bahwa dalam kehidupan ini ada kehidupan yang tampak dan kehidupan yang tidak tampak. Kehidapan yang tampak dan tidak tampak ini dikuasai oleh roh-roh baik dan roh-roh jahat, dan masing-masing sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Kekuatan yang baik akan mendatangkan kebaikan dan kekuatan yang jahat akan mendatangkan malapetaka dan bencana dalam masyarakat.
Untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan tersebut maka masyarakat Desa Dieng Banjarnegara menyelenggarakan ritual adat. Ritual adat tersebut adalah Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel yang diadakan setahun sekali pada tanggal satu Sura dalam penanggalan Jawa. Masyarakat Dieng percaya dengan menyelenggarakan ritual ini mereka akan mendapatkan keselamatan, dan dapat menolak bahaya yang akan mengancam kehidupan masyarakat.
Masyarakat Dieng mempercayai ritual yang dilaksanakan pada awal bulan Sura dapat mengusir gangguan dan mendatangkan segala keselamatan sebaliknya apabila tidak dilaksanakan akan mendatangkan bencana yang menyebabkan gagal panen, kematian, sakit dan sebagainya.
2.      Mitos Rambut Gembel
Masyarakat Dieng Banjarnegara Jawa Tengah percaya mempunyai anak berambut gembel merupakan anugerah dari yang mahakuasa, sehingga orangtua akan memperlakukan istimewa kepada anak yang mempunyai rambut gembel. Perlakuan istimewa ini menjadikan anak berambut gembel manja, nakal, dan tidak menurut nasihat orang tua, sehingga anak tersebut harus diruwat agar menjadi anak yang baik, sehat dan terhindar dari bencana serta petaka.
Beberapa mitos yang beredar di masyarakat Dieng mengisahkan tentang asal-usul anak-anak yang mempunyai rambut gembel, antara lain:
Anak berambut Gembel adalah keturunan Kyai Kaladete. Kyai Kaladete adalah penguasa Telaga Balekambang di Dieng. Beliau adalah tokoh spiritual yang sangat berpengaruh bagi keberlangsungan hidup warga masyarakat Dieng. Mereka menganggap Kyai Kaladete adalah nenek moyang para leluhur di Dieng, sehingga masyarakat menganggap mereka memperoleh anugerah besar jika diberi keturunan yang mempunyai rambut gembel.
Mitos lain mengisahkan bahwa anak berambut gembel adalah anak kesayangan dari penguasa pantai selatan yaitu Nyai Roro Kidul. Anak berambut gembel diyakini sebagai penari saat berlangsung upacara besar pada malam satu Sura di kerajaan Nyai Roro Kidul. Hal ini menyebabkan masyarakat Dieng merasa memperoleh kehormatan jika mempunyai keturunan berambut gembel. Mereka percaya Nyai Roro Kidul sebagai penguasa pantai selatan akan memberikan banyak berkah dan rezeki kepada keluarga dan masyarakat Dieng.
Selain mitos tersebut juga berkembang mitos bahwa di desa Siterus Kecamatan Kejajar sampai saat ini masih hidup keturunan langsung dari Kerajaan Kalingga. Kerajaan Kalingga adalah sebuah kerajaan Hindu pada abad VII-VIII yang ada di Dieng. Keturunan Kerajaan Kalingga inilah yang diyakini masyarakat Dieng sebagai pendiri candi-candi di kawasan Dieng. Masyarakat Dieng percaya bahwa anak yang mempunyai rambut gembel adalah keturunan dari bangsawan kerajaan Kalingga, sehingga mereka sangat bahagia jika mempunyai anak berambut gembel.
Oleh karena mitos-mitos tersebut maka masyarakat Dieng akan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap anak yang mempunyai rambut gembel, karena mereka percaya anak-anak tersebut akan memberikan kebahagiaan dan rezeki yang melimpah. Perlakuan yang berbeda ini menyebabkan anak-anak yang mempunyai rambut gembel tumbuh menjadi anak yang manja,nakal dan tidak menuruti nasihat orangtua. Karena hal tersebut diatas, maka orangtua dan masyarakat perlu menyelenggarakan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gembel untuk menghindarkan anak tersebut dari bencana, malapetaka, dan kejahatan. Setelah rambut gembel dipotong, orangtua dan masyarakat Dieng mempercayai bahwa anak-anak yang mempunyai rambut gembel akan memperoleh keselamatan, dikaruniai kesehatan dan kebahagiaan dalam hidupnya kelak.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari analisis ini maka dapat ditemukan innate dari masyarakat Desa Dieng Banjarnegara Jawa Tengah sebagai masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang luwes dan modern. Walaupun adat istiadat, tata krama, pangkat memberikan tekanan ke arah kelakuan yang konfirm, namun orang Jawa mengakui bahwa setiap individu mempunyai tempat dan panggilan individunya dan dalam praktiknya mereka bersedia mengakui bahwa kemungkinan hidup dan alternatif-alternatif untuk bertindak yang dipilih manusia itu sangat luas dan beragam. Secara prinsipil orang Jawa bersedia untuk menerima strata jangkauan hidup alternatif yang sangat luas asal saja alternatif-altematif tersebut tidak memutlakkan diri melainkan dapat menyesuaikan diri terhadap perilaku dan keselarasan hidup dalam bermasyarakat.
Orang Jawa sangat bangga dengan kemampuannya untuk dapat menerima unsur budaya baru tanpa harus meninggalkan unsur budaya yang telah ada sebelumnya. Bahkan orang Jawa mampu untuk menggabungkan dua unsur budaya yang berbeda dan memunculkan unsur budaya yang baru dan dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: muncul agama Islam kejawen. Masyarakat Desa Dieng Banjarnegara percaya bahwa hidup itu akan baik dan selamat apabila ada keselarasan antara kehidupan manusia dan alam sekitar tempat manusia hidup dan bersosialisasi.(http://febryarifan.blogspot.com/)











DAFTAR PUSTAKA

 

About Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Maecenas euismod diam at commodo sagittis. Nam id molestie velit. Nunc id nisl tristique, dapibus tellus quis, dictum metus. Pellentesque id imperdiet est.

3 komentar:


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Translate

Wikipedia

Hasil penelusuran